Kartel Obat Sarang Mafia Dokter Obat Kultwit By Rudi Valinka @Kurawa


Ini Yang Bikin Dokter Cepet Kaya. "Kartel Obat, Sarang Mafia Dokter Obat" By Rudi Valinka @Kurawa 

Modus resep ini subur krn Pemerintah Diam, Rumah Sakit memfasilitasinya, IDI nya juga ikut main dan rakyatnya juga OON jadi Klop kan ....

Profil: Rudi Valinka dengan nama akun twitter @kurawa adalah seorang forensik auditor, doi sudah banyak berbagi di akun twitternya mulai dari twit pembunuhan Sisca Yopei, Kisruh PSSI, sampe prediksi PILKADA dan Pilpres maaf kalo ada yg kurang 
Ini dia Cekidott

Nah KPPU menemukan "kartel" peresepan Obat selama ini.. Baik yang Generik ataupun Non Generik ...Cobaan berat utk dokter2 yg ributin KJS neh

Para dokter di RS DKI skr menjadikan Jokowi-Ahok sebagai musuh bersama krn dianggap sbg pihak "romusha" utk nangani pasien2 KJS

Mereka mengganggap Jokowi selalu memojokkan mereka kalo ada "masalah" dgn pasien KJS "cuma" dgn alasan "tidak diperhatikan" kesejahteraan

Bahkan lebih Lucu lagi mereka membandingkan dgn "gaji" supir2 Trans Jakarta Busway yang katanya tiap bulan dpt gaji 7 juta lebih

Saya berapa kali pernah katakan utk semua tenaga medis yang merasa "terpojok" dgn desakan aspek sosial KJS utk lbh "cerdas" berjuang

Membandingkan sekedar "Gaji" atas pekerjaan dan pengabdian sesama abdi masyarakat hanya terlihat spt "anak kecil" yg rebutan mainan

Secara sederhana kalo Supir Busway dijadikan "patokan" gaji coba aja para dokter yg protes bertukar "profesi" dgn mereka.. Mau gak? 

Saya yakin kalo para supir Busway disuruh bertukar profesi dgn dokter mereka "rela" melepaskan gaji 7 jutanya..

"GAJI tdk harus berbanding lurus dgn KESEJAHTERAAN".. Mau tau berapa "gaji" Gubernur dan Wagub DKI "hanya" 3,5 - 4 juta/bulan  Kalah kan?

Kalo supir2 busway ini dapat gaji 7 juta/bulan krn pemprov yakin, mereka2 hanya "membawa" pulang uang ini tanpa ada "embel" sabetan lain

Jadi dgn diketemukan adanya Kartel Obat di kalangan Dokter dalam pembuatan Resep saya cuma bisa katakan : "Mari Kita Introspeksi"

Banyak Sales2 Farmasi yg ikut antri saat Dokter2 Praktek sangat menganggu, aplg kadang2 mereka "didahulukan" ketemu dokter dibanding pasien

Sudah lama saya perhatikan banyaknya "sales" farmasi yg berkeliaran di tempat praktek dokter membuat saya ingin tahu, apa yg mrk bicarakan?

Dlm satu kesempatan saya pernah mengaudit sebuah persh farmasi dan saya temukan petugas apotek2 mengumpulkan resep2 dgn merk,dokter tertentu

Copy2 resep merk tertentu inilah yang akan diambil para "sales" utk direimbursement menjadi "komisi" yg akan ditransfer ke penulis resep

Dgn "kesepakatan"komisi antara 10-20% setiap butir obat yg ditebus pasien, sang dokter juga diiming2i bonus utk bisa mencapai target

Jika "target" penulisan resep mencapai target maka pilihan bonusnya mulai dari pesiar cruise, jalan2 ke LN, Gadget2, hingga Hard Cash

Memang kebanyakan modus2 peresepan obat ini dilakukan di RS krn dokter dan Apotek satu atap.. Sehingga lbh mudah mengontrolnya/hitung

Rata2 resep Obat yang pling "Banyak" komisinya berjenis "ANTIBIOTIK" maka tidak heran ada jokes: Keseleo aja dokter resepin antibiotik 

Bahkan saya pernah mendengar kalo "Indonesia" adalah negara dgn "pe-konsumsi" Antiobitik Terbesar di seluruh dunia.. Tragis

Jadi jika skr KPPU "baru" temukan praktek Kartel obat di Indonesia maka sangat2 terlambat, modus ini sdh terjadi 5 tahun yg lalu

Saya mohon Maaf kepada para dokter2 yang memang memiliki "integritas terpuji" krn modus Resep ini hanya dilakukan sebagian dokter2 saja

Namun sekali lagi krn sebahagiannya cukup besar jika didaerah kota dan dianggap hal yg "umum" oleh masyarakat maka modus ini seakan "Lumrah"

Modus resep ini subur krn Pemerintah Diam, Rumah Sakit memfasilitasinya, IDI nya juga ikut main dan rakyatnya juga OON jadi Klop kan 

Dengan "kenikmatan2" inilah yg menyebabkan banyak dokter "mengeluh" saat disuruh utk benar "mengabdi" utk melayani pasien KJS? Paham kan?

Jadi saya masih ragu seandainya dokter2 yg ngeluh krn desakan KJS ini dinaikan gajinya setingkat Supir Busway, mereka akan "diam" juga

Program peresepan obat KJS yang tanpa "komisi" krn obat2nya telah ditentukan pemerintah membuat dokter2 yg terbiasa "dapet" pusing kepala

Coba aja lihat apa ada dokter2 KJS ditunggui oleh para "Medical Representative" bhs kerennya sales obat saat tugas?? Hehehe..

Yang pernah masuk ke RS-RS diSingapura pasti Tau, Tidak boleh ada Sales Obat yg berkeliaran Bebas di tempat Dokter. Krn ini pelnggaran Etik

Salam Hormat utk semua Dokter2 yang Tidak "Cengeng" utk mengabdi dengan tulus.. Dan Salam Antibiotik utk dokter2 yg Cengeng menunggu komisi

Kepada pihak2 "yang tersinggung" dgn twitt ini saya MOHON MAAF sebesar2nya krn saya sampaikan apa yg pernah saya Periksa bukan "Katanya"

"Sepahit2nya Obat lebih Pahit lagi KEBENARAN" maka terima lah dgn pikiran tulus.. Salam KJS

2 comments:

  1. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  2. Maaf gan, mau elaborasi dikit...

    jadi ane mahasiswa FK. Meski ane belum jadi dokter,ane cukup taulah isu2 kedokteran, apalagi banyak stakeholder yang ada di sekeliling ane.

    beberapa minggu lalu, ane menghadiri diskusi publik tentang ini di sekretariat PB IDI, dengan narasumber pengurus IDI, prof yusril ihza mahendra (sudut pandang hukum), dan perwakilan KPK.

    Jadi, dari sudut pandang dokter :
    Ini dilema juga. Dokter itu ada kewajiban memenuhi SKP (standar kompetensi pegawai) dengan jumlah tertentu untuk mempertahankan ijin prakteknya. SKP ini didapat dengan ikut seminar / simposium / pelatihan yang biasanya hanya ada di kota-kota besar. Dokter di kota-kota kecil dan jauh, selain harus bayar biaya simpoosium yang jutaan, juga harus keluar biaya transport dan akomodasi.
    (sumber harga simposium : poster yang banyak bertebaran di kampus)

    Mungkin mas berpikir, dokter kan banyak duit. Pemikiran mas bener, namun hanya bener untuk dokter2 yang udah mapan. Dokter-dokter umum, apalagi fresh graduate, memang nggak lebih sejahtera dari supir busway.
    (sumber informasi : info lowongan kerja dokter di milis fakultas, di mana gajinya beda tipis sama UMR. Padahal ini di jabodetabek. Kalau di sini ada fitur attach gambar, emailnya saya screenshot mas)

    (poin tambahan : ya iyalah gamau tuker profesi sama sopir busway. Jenjang karir dokter lebih menarik + profesi dokter dinilai lebih keren di mata masyarakat meski gajinya nggak selalu bagus. Tapi ini nggak menghapus fakta bahwa sopir busway memang lebih sejahtera dari sebagian dokter)

    Padahal kewajiban memenuhi SKP berlaku untuk semua dokter, termasuk dokter-dokter daerah.
    Bisa dibayangkan, gaji yang beda tipis sama UMR, mana cukup buat bayar simposium / seminar / dsb kalau nggak ada bantuan? masalahnya pemerintah nggak membantu

    Pada kenyataannya, uang yang didapat dokter dari sponsor farmasi memang sebagian besar dipakai untuk ini.

    makanya, IDI seakan membolehkan sponsor farmasi. mau gimana lagi?
    Dari PB IDI sendiri ada mekanisme internal untuk dokter yang kerjasama dengan farmasinya kebablasan sampai mempengaruhi independensi : peringatan lisan, tertulis, bahkan pencabutan izin praktek seumur hidup. tamat deh karirnya
    (ini dipraktekkan kok, nggak cuma teoritis).

    --

    Kerjasama dokter dan perusahaan farmasi bukan cuma karena dokter yang butuh. Bisa juga perusahaan farmasi yang butuh.

    Jadi, obat resep dokter itu nggak boleh diiklankan. Nah kalo suatu perusahaan farmasi punya obat baru, mereka nggak bisa promosi dengan iklan.

    Promosinya dengan cara :
    1. Dokter yang biasanya udah punya nama diminta buat meneliti obat, melakukan uji klinis sendiri / mengamati hasil uji klinis obat di lab nya yg mungkin di lua negeri, menghadiri seminar terkait obat ini, dsb. Tujuannya, supaya dokter tahu kandungan dan kinerja obat yang dipromosikan.
    tentunya di sini dokter dibayar, dan bayarannya cukup tinggi
    2. sales obat dateng ke dokter

    --

    jadi benar bahwa perusahaan farmasi keluar duit banyak untuk dokter (meski nggak seberapa jika dibandingkan biaya riset dan produksi). Sebagian untuk pemberian komisi, sebagian untuk promosi obat. Namun perlu disadari bahwa di sini ada kebutuhan dari kedua belah pihak untuk bekerjasama, di mana belum ada pihak luar yang memiliki solusi lebih baik.
    (sekarang solusinya sponsor obat diberikan melalui organisasi profesi / lembaga yg menaungi dokter, kalo dokter butuh subsidi buat simposium, mintanya ke lembaga bukan perusahaan farmasi)

    selain itu, pemberian komisi resep obat ke dokter sudah agak 'normatif' ya sepertinya. Meski ini nggak bagus, tapi semua perusahaan obat melakukan hal ini. Jadi insyaallah nggak terlalu mempengaruhi independensi dokter (mau ngasih obat yang manapun tetep dapet komisi)

    Mengenai peresepan antibiotik, saya diberitahu dosen saya kalau antibiotik itu kayak obat ajaib, kalo pake antibiotik penyakitnya lebih cepet sembuh jika dibandingkan ga pake. Dokter dikit2 meresepkan antibiotik mainly supaya pasien cepet sembuh + mendapat reputasi sebagai dokter yang resepnya manjur. Ini ga baik sih, but this is another story for another day.

    ReplyDelete